Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah meningkatkan taraf kehidupan penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kegiatan produksi dan konsumsi. Pertumbuhan ini juga membawa pada penggunaan sumber semula jadi yang lebih besar dan pengeksploitasian lingkungan untuk keperluan industri, bisnis dan aktivitas sosial. Di bandar-bandar negara dunia ketiga, pengurusan sampah sering mengalami masalah. Pembuangan sampah yang tidak diurus dengan baik, akan mengakibatkan masalah besar. Karena penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan berdampak ke saluran air tanah. Demikian juga pembakaran sampah akan mengakibatkan pencemaran udara, pembuangan sampah ke sungai akan mengakibatkan pencemaran air, tersumbatnya saluran air dan banjir (Sicular 1989). Selain itu, Eksploitasi lingkungan adalah menjadi isu yang berkaitan dengan pengurusan terutama sekitar kota. Masalah sampah sudah saatnya dilihat dari konteks nasional. Kesukaran untuk mencari lokasi landfill sampah, perhatian terhadap lingkungan, dan kesehatan telah menjadi isu utama pengurusan negara dan sudah saatnya dilakukan pengurangan jumlah sampah, air sisa, serta peningkatan kegiatan dalam menangani sampah..
Oleh sebab itu, banyak negara besar melakukan incineration
atau pembakaran, yang menjadi alternatif dalam pembuangan sampah.
Sementara itu, permasalahan yang dihadapi untuk proses ini adalah biaya
pembakaran lebih mahal dibandingkan dengan sistem pembuangan akhir
(sanitary landfill). Apabila sampah ini digunakan untuk pertanian dalam
jumlah yang besar, maka akan menimbulkan masalah karena mengandung logam
berat (Ross 1994). Sampah boleh
dikategorikan kepada dua, yaitu sampah domestik dan sampah bukan
domestik (Ridwan Lubis 1994). Sampah domestik adalah bahan-bahan buangan
yang dibuang dari rumah atau dapur. Contohnya ialah pakaian lama atau
buruk, botol, kaca, kertas, beg plastik, tin aluminium dan juga sisa
makanan. Sampah bukan domestik pula ialah bahan-bahan buangan yang
dihasilkan dari industri, perusahaan, pasar, dan pejabat. Bahan-bahan
buangan ini terdiri daripada berbagai jenis termasuk sisa jualan, sisa
pembungkusan dan sisa daripada proses pengilangan.
Sampah adalah suatu
bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia
maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Sampah berasal dari
rumah tangga, pertanian, perkantoran, perusahaan, rumah sakit, pasar,
dsb. Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi:
1. Sampah organik/basah
Contoh
: Sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa
buah dll yang dapat mengalami pembusukan secara alami.
2. Sampah anorganik/kering
Contoh : logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dll yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami.
3. Sampah berbahaya
Contoh : Baterai, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dll.
Permasalahan
sampah di Indonesia antara lain semakin banyaknya limbah sampah yang
dihasilkan masyarakat, kurangnya tempat sebagai pembuangan sampah,
sampah sebagai tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus,
menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air, dan udara, menjadi
sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan kesehatan.
Alternatif Pengelolaan Sampah
Untuk
menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan
alternatif-alternatif pengelolaan. Landfill bukan merupakan alternatif
yang sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah
lingkungan. Malahan alternatif-alternatif tersebut harus bisa menangani
semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua
limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam,
sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Untuk
mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yang
harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru. Daripada mengasumsikan
bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus meningkat,
minimalisasi sampah harus dijadikan prioritas utama. Sampah yang dibuang
harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang
secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang
tercampur seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus
mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang
produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah.
Pembuangan
sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang
mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat
mengkontaminasi/ mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa di
daur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya. Sebagai
tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal dari
produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk
mudah didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem
daur-ulang atau tahapan penghapusan penggunaan.
Program-program
sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil,
dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama
program-program di negara-negara berkembang seharusnya tidak begitu saja
mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di negara-negara
maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan
budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung)
merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada
saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama
dalam sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu contoh
sukses adalah zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu
sistem pengumpulan dan daur-ulang sampah yang mampu
mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang terkumpul dan mempekerjakan
40,000 orang.
Secara
umum, di negara Utara atau di negara Selatan, sistem untuk penanganan
sampah organik merupakan komponen-komponen terpenting dari suatu sistem
penanganan sampah kota. Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan
kompos, vermi-kompos (pengomposan dengan cacing) atau dijadikan makanan
ternak untuk mengembalikan nutrisi-nutrisi yang ada ke tanah. Hal ini
menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang tidak
terkontaminasi, yang juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif
pemanfaatan sampah. Daur-ulang sampah menciptakan lebih banyak
pekerjaan per ton sampah dibandingkan dengan kegiatan lain, dan
menghasilkan suatu aliran material yang dapat mensuplai industri.
Tanggung Jawab Produsen dalam Pengelolaan Sampah
Hambatan
terbesar daur-ulang, bagaimanapun, adalah kebanyakan produk tidak
dirancang untuk dapat didaur-ulang jika sudah tidak terpakai lagi. Hal
ini karena selama ini para pengusaha hanya tidak mendapat insentif
ekonomi yang menarik untuk melakukannya. Perluasan Tanggung jawab
Produsen (Extended Producer Responsibility – EPR) adalah suatu
pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali
produk-produk dan kemasannya. Kebijakan ini memberikan insentif kepada
mereka untuk mendesain ulang produk mereka agar memungkinkan untuk
didaur-ulang, tanpa material-material yang berbahaya dan beracun. Namun
demikian EPR tidak selalu dapat dilaksanakan atau dipraktekkan, mungkin
baru sesuai untuk kasus pelarangan terhadap material-material yang
berbahaya dan beracun dan material serta produk yang bermasalah.
Di
satu sisi, penerapan larangan penggunaan produk dan EPR untuk memaksa
industri merancang ulang, dan pemilahan di sumber, komposting, dan
daur-ulang di sisi lain, merupakan sistem-sistem alternatif yang mampu
menggantikan fungsi-fungsi landfill atau insinerator. Banyak komunitas
yang telah mampu mengurangi 50% penggunaan landfill atau insinerator dan
bahkan lebih, dan malah beberapa sudah mulai mengubah pandangan mereka
untuk menerapkan “Zero Waste” atau “Bebas Sampah”.
Sampah Bahan Berbahaya Beracun (B3)
Sampah
atau limbah dari alat-alat pemeliharaan kesehatan merupakan suatu
faktor penting dari sejumlah sampah yang dihasilkan, beberapa
diantaranya mahal biaya penanganannya. Namun demikian tidak semua sampah
medis berpotensi menular dan berbahaya. Sejumlah sampah yang dihasilkan
oleh fasilitas-fasilitas medis hampir serupa dengan sampah domestik
atau sampah kota pada umumnya. Pemilahan sampah di sumber merupakan hal
yang paling tepat dilakukan agar potensi penularan penyakit dan
berbahaya dari sampah yang umum.
Sampah
yang secara potensial menularkan penyakit memerlukan penanganan dan
pembuangan, dan beberapa teknologi non-insinerator mampu mendisinfeksi
sampah medis ini. Teknologi-teknologi ini biasanya lebih murah, secara
teknis tidak rumit dan rendah pencemarannya bila dibandingkan dengan
insinerator. Banyak jenis sampah yang secara kimia berbahaya, termasuk
obat-obatan, yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan.
Sampah-sampah tersebut tidak sesuai diinsinerasi. Beberapa seperti
merkuri harus dihilangkan, dengan cara merubah pembelian bahan-bahan,
bahan lainnya dapat didaur-ulang, selebihnya harus dikumpulkan dengan
hati-hati dan dikembalikan ke pabriknya. Studi kasus menunjukkan
bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diterapkan secara luas di berbagai
tempat, seperti di sebuah klinik bersalin kecil di India dan rumah sakit
umum besar di Amerika. Sampah hasil proses industri biasanya tidak
terlalu banyak variasinya seperti sampah domestik atau medis, tetapi
kebanyakan merupakan sampah yang berbahaya secara kimia.
Produksi Bersih dan Prinsip 4R
Produksi
Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk
merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara
pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi
secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya
yang aman dalam kerangka siklus ekologis. Prinsip-prinsip Produksi
Bersih adalah prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian
misalnya dengan menerapkan Prinsip 4R yaitu:
· Reduce
(Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material
yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin
banyak sampah yang dihasilkan.
· Reuse
(Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa
dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali
pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang
sebelum ia menjadi sampah.
· Recycle
(Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna
lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun
saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang
memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
· Replace
( Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah
barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih
tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang
lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong kresek kita dengan
keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua
bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar